Oleh: Rizki Usmul Azan | Juli 29, 2019

Pengurus Masjid, Jangan Sembarangan Mengundang Penceramah

islamists-nytPenceramah atau muballigh menempati posisi yang sangat penting di sebuah masjid. Sebab dari lisannya keluar petuah agama dengan membawakan ayat-ayat Al-Quran yang suci. Mereka sejatinya adalah penyambung lidah para nabi, ebagaimana disebutkan dalam hadits “Ulama itu adalah pewaris para nabi..”. namun yang menjadi masalah, jika penceramah itu belum atau tidak mewarisi ilmu Nabi secara benar, maka justru kesalahan fatallah yang terjadi. Memang betul, semua orang boleh berbicara dan mendakwahkan agama ini, namun dalam batas kemampuan masing-masing. Kemampuan itu dibedakan dgn variabel bernama ilmu. Sedangkan setiap keilmuan pasti memiliki riwayat/latar belakangnya, sebab agama ini dijaga Allah ﷻ dengan wasilah silsilah keilmua atau disebut al-isnad. Saat ini, banyak orang yang ingin diaku dirinya alim ulama, terburu-buru dan tertipu dengan keterkenalan dan bangga dianggap masyarakat sebagai ustadz.

Jika melihat urgensi ini, maka Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) atau pengurus/ta’mir masjid, ataupun panitia kajian/tabligh akbar dan semisalnya, sangat wajib menyeleksi ustadz atau nara sumber pengajian yang akan dihadirkan kepada umat. Periksa dulu dengan teliti riwayat keilmuan dan guru-gurunya, jika tidak mampu silahkan konsultasi dengan para ulama yang sudah ma’ruf dikenal baik. Wallahi, banyak saat ini orang-orang otodidak, bukan ‘alim, bukan ustadz, tidak punya background pendidikan agamanya, tetapi berani tampil berbicara agama diluar kapasitasnya walhasil yang ada hanya pembodohan yang nyata, ekstrimisme, ghuluw, bahkan si penipu tadi bisa dianggap ‘ulama’ betulan sebab terbiarkan lantaran kelalaian kita.

Atau boleh jadi seseorang itu pernah mondok di pesantren, tetapi sudah dicekal di pesantrennya dulu dan almamaternya sebab akhlaknya atau kasus-kasus yang parah seperti murtad, melakukan pelecehan seksual, dlsb. Jangan sekali-sekali keterkenalan/keviralan menjadi standar kita menilai keilmuan seseorang. Sebab saat ini mulai nampak gejala orang yang mengejar endorse-an di media sosial untuk meningkatkan rating dan ‘harga jual’ dirinya sebagai  penceramah atau muballigh. Endorsement itu bisa jadi dengan foto bareng dgn seorang tokoh (seperti gambar baliho caleg), cuplikan video lama, screenshoot chat medsos, tulisan viral, dlsb yang kesannya membawa-bawa nama baik seorang tokoh agama yang asli, padahal semua itu untuk kepentingan pribadinya.

Lalu bagaimana cara menyeleksi ustadz itu?

Pertama, lihat ijazahnya atau riwayat keilmuannya. Tidak mesti seoran ustadz berijazah dari jami’ah (universitas) tertentu, tapi bisa dikenali dengan riwayat mengajinya, kepada siapa yang berguru dan mengambil ilmu. Sebab ustadz di zaman ini ada dua macam; pertama ada ustadz yang kuliah formal di univeristas Islam dan ada yang melanjutkan tradisi lama yakni mengaji dengan talaqqi/mulazamah, yaitu bertatap muka di dalam halaqah-halaqah ilmu. Tapi, pastikan ia benar-benar mulazamah, bukan sekedar kabar burung misal ‘katanya ustad itu lama di Yaman, atau katanya ngaji sama syekh fulan al-fulani di Arab, bla..bla..bla..” biasanya orang yang bermulazamah itu bertahun-tahun, ada kitab-kitab yang dikhatamkan, ada bukti-bukti tertentu yang konkrit yang sangat bisa diselediki.

Kedua, perhatikan akhlaknya, tuturkatanya, adabnya dlsb. Jika orangnya temperamen, suka berdebat, menyalah-nyalahkan orang lain, kata-katanya kasar, buruk perangainya, marah yang tidak pada tempatnya dan diikuti dengan umpatan dan fitnah, meskipun seorang profesor maka batallah keilmuannya. Sebab bagaimanapun jua, buah ilmu itu adalah akhlaq yang mulia.

Ketiga, berdoalah kepada Allah agar dijauhkan dari fitnah para juhala yang berlindung di balik jubah ulama. Hanya kepada Allah kita meminta perlindungan dan berbagai fitnah akhir zaman yang semakin bervariasi. Ingat, doa dilakukan setelah ikhtiar telah maksimal dikerjakan, yaitu pada poin satu dan dua.

Setelah proses seleksi itu selesai dilakukan, maka itu bukan langkah final. Pekerjaan selanjutnya ialah memperhatikan spesialiasi keilmuan sang ustadz, apa bidang agama yang ia tekuni, haditskah; tafsirkah; fikih-kah? Apa sebab? Karena tidak semua ustadz itu pakar di seluruh bidang ilmu agama. Sebagaimana ilmu kedokteran misalnya, ilmu agamapun ada takhassus-nya (spesialisasinya).

08brotherhood1-jumbo.jpgAda ustadz yang ilmunya umum saja, ada yang sudah spesialisasi di ilmu lughoh al’arobiyah (sastra Arab), ada yang spesialisasi ada ilmu fiqh (teknis Ibadah) dgn berbagai mazhabnya, ilmu akidah dgn berbagai mazhabnya, ilmu ushul fiqh (mesin ijtihad), ada ilmu alquran dan tafsirnya, ada ilmu hadits, dlsb. Masing-masing ilmu itupun ada spesialisasinya, contoh dalam ilmu fiqh ada kajian fiqh khusus mazhab saja (fiqih mazhabi), ada ilmu fiqh muqaranah (perbandingan mazhab), ada fiqh manhaji dan tarjih, dlsb. Ilmu alquran ada banyak pula sub-keahliannya, seperti ilmu qira’at (wajah baca), ilmu tajwid (cara baca), ilmu rasm (tulisan al-quran), ilmu khath (seni tulisan), dlsb.

Ketika DKM sudah mengetahui spesialisasi bidang sang ustadz, maka sang ustadz boleh mengajar sesuai dengan bidang yang ia tekuni. Masyarakat dan umat pasti akan dicerdaskan dengan ilmu yang memang dibahas oleh pakarnya, keilmuan usatdz pun semakin mantab dan beliau merasa dihargai, walhasil terjadi akan percepatan ilmu pengetahuan di masyarakat. Apa yang terjadi selama ini, pengajian kurang atau lambat maju boleh jadi disebabkan karena masalah seperti ini belum terurai dengan baik.

Ustadz tapi backgroundnya umum?

Sekarang coba bayangkan, jika ustadz saja harus di-fit and proper test seperti ini, bagaimana jika si pembicara bukan ustadz sama sekali?,-maaf- ternyata ‘sang ustadz’ hanya sarjana teknik atau ekonomi misalnya, tentu ini jelas bukan bidangnya. Bukan saya tidak menghargai seorang da’i/muballigh yang memiliki latar belakang ilmu umum, tetapi setiap orang harus berbicara sesuai dengan kapasitasnya, dan seharusnya dipanggil  sesuai dengan keahliannya. Jika seseorang itu betul ia adalah ustadz, panggillah ia dengan sebutan ustadz.

dkmJika ia seorang motivator Islami, ahli parenting islami, artis yang kebetulan membintangi film islami lalu suka berceraham, atau seseorang itu pribadi yang shalih yang suka memberikan tausiah/kultum, jangan lantas langsung ‘diustadkan’ karena ustadz itu punya kriteria tersendiri dalam keilmuan Islam. Sebut saja ia seorang da’i/muballigh dlsb. Kira-kira apa jadinya semua orang yang pernah mengobati orang luka lecet, dipanggil dokter? Tentu ini tidak adil kan? Tempatkan sesuatu pada tempatnya, ilmu dan gelar juga demikian. Jika kebetulan anda yang membaca tulisan ini dipanggil orang ‘ustadz’ padahal anda belum memiliki kapabilitas sebagai seorang ‘alim, maka sadarkanlah diri dan insyaflah, gelar tidak menjadikan anda mulia justru akan menghinakan jika tidak sesuai.

Pak DKM, ingat ulama itu adalah milik umat dan untuk umat

Ada pula tipikal masjid yang hanya mau mengundang ustadz dari afiliasinya tertentu saja. Kalau bukan dari ormasnya/mazhabnya/pahamnya, maka ustadz itu tidak akan diundang selamanya-selamanya. Kalau ada kajiannya, dibubarkan! Ini juga kesalahan besar dan fatal. Ketahuilah, ulama itu semuanya sama, semua milik umat dan untuk umat. Ketika ilmu itu benar-benar sudah didalami oleh pakarnya, maka hilanglah semua merek dan atribut-atribut, terpisahlah ilmu dan kejahilan (kebodohan), dan yang ada hanya status guru dan murid saja. Ketika Imam Syafii hijrah ke Baghdad -ketika beliau hendak belajar dengan murid-murid Imam Abu Hanifah dan kelak mengajar muridnya Imam Ahmad bin Hanbal- maka tidak ada orang dikala itu mengkotak-kotakkan para alim ini dengan ‘mazhab’, tetapi yang membedakan orang pada saat itu murni hanya ilmu. Status yang ada hanyalah siapa guru dan siapa murid. Kita umat Islam sudah capek dengan pertikaian furu’iyyah fiqhiyyah, inilah saatnya para pakar yang bicara dan menjelaskan semua dengan proporsional dan beradab, pasti akan ada persatuan dan kedamaian. Sebab ilmu itu menyatukan dan menenangkan, sedangkan sifat alami kebodohan itu yang memecah-beraikan dan selalu membuat keributan.

Sumber:
http://www.azansite.wordpress.com


Tinggalkan komentar

Kategori